Jumat, 15 Juli 2011

ASUHAN KEPERAWATAN AIDS

BAB I
TINJAUAN TEORITIS PENYAKIT AIDS

A.    Pengertian
Human Immunodeficiency Virus (HIV) Merupakan virus yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang tidak dapat hidup di luar tubuh manusia. Kerusakan sistem kekebalan tubuh ini akan menimbulkan kerentanan terhadap infeksi penyakit.
Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala, infeksi dan kondisi yang diakibatkan infeksi HIV pada tubuh. Muncul akibat rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia sehingga infeksi dan penyakit mudah menyerang tubuh dan dapat menyebabkan kematian. Infeksi oportunistik adalah infeksi yang muncul akibat lemahnya system pertahanan tubuh yang telah terinfeksi HIV atau oleh sebab lain.
AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan tejadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya.
HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.
Pada orang yang sistem kekebalan tubuhnya masih baik infeksi ini mungkin tidak berbahaya, namun pada orang yang kekebalan tubuhnya lemah (HIV/AIDS) bisa menyebabkan kematian.
AIDS dapat didefinisikan melalui munculnya IO yang umum ditemui pada ODHA:
1.      Kandidiasis: infeksi jamur pada mulut, tenggorokan, vagina.
2.      Virus sitomegalia (CMV): menimbulkan penyakit mata yang dapat menyebabkan kematian.
3.      Herpes pada mulut atau alat kelamin.
4.      Mycobacterium avium complex (MAC): infeksi bakteri yang menyebabkan demam kambuhan.
5.      Pneumonia pneumocystis (PCP): infeksi jamur yang dapat menyebabkan radang paru.
6.      Toksoplasmosis: infeksi protozoa otak.
7.      Tuberkolosis (TB)
Orang yang terinfeksi HIV dapat tetap sehat sepanjang hidupnya apabila ia menjaga kesehatan tubuhnya: makan teratur, berolahraga dan tidur secara seimbang. Gaya hidup sehat akan tetap melindungi kebugaran orang dengan HIV dan ia akan tetap produktif dalam berkarya.
Bila telah muncul tanda-tanda penyakit infeksi dan tidak kunjung sembuh atau berulang, artinya daya tahan tubuh menjadi buruk, sistim kekebalan tubuh berkurang, maka berkembanglah AIDS.

Gambar anatomi virus HIV-AIDS

B.     Etiologi
AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T. Virus ini ditransmisikan melalui kontak intim (seksual), darah atau produk darah yang terinfeksi.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
1.      Lelaki homoseksual atau biseks.                   
  1. Orang yang ketagihan obat intravena
  2. Partner seks dari penderita AIDS
  3. Penerima darah atau produk darah (transfusi).
  4. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.

C.    Patofisiologi
Tubuh mempunyai suatu mekanisme untuk membasmi suatu infeksi dari benda asing, misalnya : virus, bakteri, bahan kimia, dan jaringan asing dari binatang maupun manusia lain. Mekanisme ini disebut sebagai tanggap kebal (immune response) yang terdiri dari 2 proses yang kompleks yaitu : Kekebalan humoral dan kekebalan cell-mediated. Virus AIDS (HIV) mempunyai cara tersendiri sehingga dapat menghindari mekanisme pertahanan tubuh. “beraksi” bahkan kemudian dilumpuhkan.
Virus AIDS (HIV) masuk ke dalam tubuh seseorang dalam keadaan bebas atau berada di dalam sel limfosit. Virus ini memasuki tubuh dan terutama menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4. Sel-sel CD4-positif (CD4+) mencakup monosit, makrofag dan limfosit T4 helper. Saat virus memasuki tubuh, benda asing ini segera dikenal oleh sel T helper (T4), tetapi begitu sel T helper menempel pada benda asing tersebut, reseptor sel T helper .tidak berdaya; bahkan HIV bisa pindah dari sel induk ke dalam sel T helper tersebut. Jadi, sebelum sel T helper dapat mengenal benda asing HIV, ia lebih dahulu sudah dilumpuhkan. HIV kemudian mengubah fungsi reseptor di permukaan sel T helper sehingga reseptor ini dapat menempel dan melebur ke sembarang sel lainnya sekaligus memindahkan HIV. Sesudah terikat dengan membran sel T4 helper, HIV akan menginjeksikan dua utas benang RNA yang identik ke dalam sel T4 helper.
Dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai reverse transcriptase, HIV akan melakukan pemrograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA (DNA utas-ganda). DNA ini akan disatukan ke dalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen.
Fungsi T helper dalam mekanisme pertahanan tubuh sudah dilumpuhkan, genom dari HIV ¬ proviral DNA ¬ dibentuk dan diintegrasikan pada DNA sel T helper sehingga menumpang ikut berkembang biak sesuai dengan perkembangan biakan sel T helper. Sampai suatu saat ada mekanisme pencetus (mungkin karena infeksi virus lain) maka HIV akan aktif membentuk RNA, ke luar dari T helper dan menyerang sel lainnya untuk menimbulkan penyakit AIDS. Karena sel T helper sudah lumpuh maka tidak ada mekanisme pembentukan sel T killer, sel B dan sel fagosit lainnya. Kelumpuhan mekanisme kekebalan inilah yang disebut AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) atau Sindroma Kegagalan Kekebalan.


D.    Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis AIDS menyebar luas dan pada dasarnya mengenai setiap sistem organ.
  • Gagal nafas dpt terjadi 2 – 3 hari
  • Nafsu makan menurun, mual, muntah
  • Diare merupakan masalah pd klien AIDS → 50% – 90%
  • Bercak putih dalam rongga mulut → tdk diobati dapat ke esophagus dan lambung.
  • Herpes zoster → pembentukan vesikel yang nyeri pd kulit.
  • Dermatitis seboroik ruam yang difus, bersisik yang mengenai kulit kepala dan wajah.
  • Pada wanita: kandidiasis vagina → dapat merupakan tanda pertama yang menunjukkan HIV pd wanita.
Gejala dan tanda HIV/AID menurut WHO:
a.       Stadium Klinis I :
1.      Asimtomatik (tanpa gejala)
2.      Limfadenopati Generalisata (pembesaran kelenjar getah bening/limfe seluruh tubuh)
3.      Skala Penampilan 1 : asimtomatik, aktivitas normal.
b.      Stadium Klinis II :
1.      Berat badan berkurang > 10%
2.      Diare berkepanjangan > 1 bulan
3.      Jamur pada mulut
4.      TB Paru
5.      Infeksi bakterial berat
6.      Skala Penampilan 3 : > 1 bulan)
7.      Kanker kulit (Sarcoma Kaposi)
8.      Radang Otak (Toksoplasmosis, Ensefalopati HIV)
9.      Skala Penampilan 4 : terbaring di tempat tidur > 50% dalam masa 1 bulan terakhir.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1.      Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.
2.      Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
3.      Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4.      Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5.      AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.

E.     Komplikasi
1.      Oral
Lesi Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat. Kandidiasis oral ditandai oleh bercak-bercak putih seperti krim dalam rongga mulut. Jika tidak diobati, kandidiasis oral akan berlanjut mengeni esophagus dan lambung. Tanda dan gejala yang menyertai mencakup keluhan menelan yang sulit dan rasa sakit di balik sternum (nyeri retrosternal).
2.      Neurologik
a.       ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS (ADC; AIDS dementia complex).
b.      Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif, perlambatan psikomotorik, apatis dan ataksia. stadium lanjut mencakup gangguan kognitif global, kelambatan dalam respon verbal, gangguan efektif seperti pandangan yang kosong, hiperefleksi paraparesis spastic, psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia, dan kematian.
c.       Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala, malaise, kaku kuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-kejang. diagnosis ditegakkan dengan analisis cairan serebospinal.
3.      Pernafasan
a.       Pneumonia disebabkan o/ protozoa pneumocystis carini (paling sering ditemukan pd AIDS) sangat jarang mempengaruhi org sehat. Gejala: sesak nafas, batuk-batuk, nyeri dada, demam – tdk teratasi dapat gagal nafas (hipoksemia berat, sianosis, takipnea dan perubahan status mental).
b.      TBC

4.      Gastrointestinal
a.       Wasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang diperbarui untuk penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB > 10% dari BB awal, diare yang kronis selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang kronis, dan demam yang kambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain yang dapat menjelaskan gejala ini.
b.      Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
c.       Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
d.      Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rektal, gatal-gatal dan diare.
e.       Respirasi Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak nafas (dispnea), batuk-batuk, nyeri dada, hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai pelbagi infeksi oportunis, seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare (MAI), cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides.
f.       Dermatologik Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan herpes simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak integritas kulit. moluskum kontangiosum merupakan infeksi virus yang ditandai oleh pembentukan plak yang disertai deformitas. dermatitis sosoreika akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai kulit kepala serta wajah.penderita AIDS juga dapat memperlihatkan folikulitis menyeluruh yang disertai dengan kulit yang kering dan mengelupas atau dengan dermatitis atopik seperti ekzema dan psoriasis.
5.      Sensorik
a.       Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata : retinitis sitomegalovirus berefek kebutaan
b.      Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri yang berhubungan dengan mielopati, meningitis, sitomegalovirus dan reaksi-reaksi obat.
Gambar berbagai organ komplikasi AIDS.

F.     Pemeriksaan Penunjang
1.      Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
a.       ELISA (positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western blot)
b.      Western blot (positif)
c.       P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas)
d.      Kultur HIV(positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut mendeteksi enzim reverse transcriptase atau antigen p24 dengan kadar yang meningkat).
2.      Tes untuk deteksi gangguan system imun.
a.       LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)
b.      CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk bereaksi terhadap antigen)
c.       Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
d.      Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya penyakit)
e.       Kadar immunoglobulin (meningkat)

G.    Penatalaksanaan
1.      Pengendalian Infeksi Opurtunistik Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan kritis.
2.      Terapi AZT (Azidotimidin) Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3.
3.      Terapi Antiviral Baru Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah : a.Didanosine b.Ribavirin c.Diedoxycytidine d.Recombinant CD 4 dapat larut.
4.      Vaksin dan Rekonstruksi Virus Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
5.      Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
6.      Pencegahan
c.       A (Abstinent): Puasa, jangan melakukan hubungan seksual yang tidak sah
d.      B (Be Faithful) Setialah pada pasangan, melakukan hubungan seksual hanya dengan pasangan yang sah
e.       C (use Condom) Pergunakan kondom saat melakukan hubungan seksual bila berisiko menularkan/tertular penyakit
f.       D (Don’t use Drugs) Hindari penyalahgunaan narkoba
g.      E (Education) Edukasi, sebarkan informasi yang benar tentang HIV/AIDS dalam setiap kesempatan
 
BAB II
TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN


A.    Pengkajian
  1. Aktifitas /istirahat :
·         Mudah lelah, berkurangnya tolerangsi terhdp aktifitas, kelelahan yang progresif
·         Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi terhdp aktifitas
2.      Sirkulasi
·         Proses penyembuhan lika yang lambat, perdarahan lama bila cedera
·         takikardia, perubahan tekanan darah postural, volume nadi periver menurun, pengisian kapiler memanjang
3.      Integritas ego
·         Faktor stress yang berhubungan dgn kehilangan: dukungan keluarga, hubungan dgn org lain, pengahsilan dan gaya hidup tertentu
·         Menguatirkan penampilan: alopesia, lesi , cacat, menurunnya berat badan
·         Merasa tdk berdaya, putus asa, rsa bersalah, kehilangan control diri, dan depresi
·         Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah, menangis, kontak mata kurang
4.      Eliminasi
·         Diare, nyeri pinggul, rasa terbakar saat berkemih
·         Faeces encer disertai mucus atau darah
·         Nyerio tekan abdominal, lesi pada rectal, perubahan dlm jumlah warna urin.
5.      Makanan/cairan
·         Tidak ada nafsu makan, mual, muntah
·         Penurunan BB yang cepat
·         Bising usus yang hiperaktif
·         Turgor kulit jelek, lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih/perubahan warna mucosa mulut
·         Adanya gigi yang tanggal. Edema
6.      Hygiene
·         Tidak dapat menyelesaikan ADL, memepeliahtkan penampilan yang tdk rapi.
7.      Neurosensorik
·         Pusing,sakit kepala.
·         Perubahan status mental, kerusakan mental, kerusakan sensasi
·         Kelemahan  otot, tremor, penurunan visus.
·         Bebal,kesemutan pada ekstrimitas.
·         Gayaberjalan ataksia.
8.      Nyeri/kenyamanan
·         Nyeri umum/local, sakit, rasaterbakar pada kaki.
·         Sakit kepala, nyeri dada pleuritis.
·         Pembengkakan pada sendi, nyeri kelenjar, nyeri tekan, penurunan ROM, pincang.
9.      Pernapasan
·         Terjadi ISPA, napas pendek yang progresif, batuk produktif/non, sesak pada dada, takipneu, bunyi napas tambahan, sputum kuning.
10.  Keamanan
·         Riwayat jatuh, terbakar, pingsan, lauka lambat proses penyembuhan
·         Demam berulang
11.  Seksualitas
·         Riwayat perilaku seksual resiko tinggi, penurunan libido, penggunaan kondom yang tdk konsisten, lesi pd genitalia, keputihan.
12.  Interaksi social
·         Isolasi, kesepian,, perubahan interaksi keluarga, aktifitas yang tdk terorganisir

B.     Diagnosa Keperawatan
  1. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan depresi system imun, aktifitas yang tidak terorganisir
  2. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan diare berat, status hipermetabolik.
  3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hambatan asupan makanan (muntah/mual), gangguan intestinal, hipermetabolik.
  4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, melemahnya otot pernafasan.
  5. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan.
  6. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang dicintai

C.    Intervensi Keperawatan
1.      Diagnosa 1: Resiko terjadinya infeksi b/d depresi system imun, aktifitas yang tdk terorganisir
Tujuan : Klien akan menunjukkan tanpa adanya tanda-tanda infeksi (tdk ada demam, sekresi tdk purulent)
Intervensi:
1)      Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dgn pasin
R/. Resiko cros infeksi dpt melalui prosedur yang dilakukan
2)      Ciptakan lingkungan yang bersih dan ventilasi yang cukup
R/. Lingkungan yang kotor akan mneingkatkan pertumbuhan kuman pathogen
3)      Informasikan perlunya tindakan isolasi
R/. Penurunan daya tahan tubuh memudahkan berkembangbiaknya kuman pathogen. Tindakan isolasi sebagai upaya menjauhkan dari kontak langsung dgn kuman pathogen
4)      Kaji tanda-tanda vital termasuk suhu badan.
R/. Peningkatan suhu badan menunjukkan adanya infeksi sekunder.
5)      Kaji frekwensi nafas, bunyi nafas, batuk dan karakterostik sputum. Observasi kulit/membrane mucosa kemungkinan adanya lesi/perubahan warna, bersihkan kuku setiap hari
R/ Luka akibat garukan memudahkan timbul infeksi luka
6)      Perhatikan adanya tanda-tanda adanya inflamasi
R/ Panas kemerahan pembengkakan merupakan tanda adanya infeksi
7)      Awasi penggunaan jarum suntik dan mata pisau secara ketat dengan menggunakan wadah tersendiri.
R/ Tindakan prosuder dapat menyebabkan perlukaan pada permukaan kulit.
2.      Diagnosa 2 : Defisit volume cairan tubuh b/d diare berat, status hipermetabolik.
Tujuan : Klien akan mempertahankan tingkat hidrasi yang adekuat
Intervensi:
1)      Pantau tanda-tanda vital termasuk CVP bila terpasang.
R/ denyut nadi/HR meningkat, suhu tubuh menurun, TD menurun menunjukkan adanya dehidrasi.
2)      Catat peningkatan suhu dan lamanya, berikan kmpres hangat, pertahankan pakaian tetap kering, kenyamanan suhu lingkungan.
R/ Suhu badan meningkat menunjukkan adanya hipermetabolisme.
3)      Kaji turgor kulit, membrane mukosa dan rasa haus.
4)      Timbang BB setiap hari
R/. penurunan BB menunjukkan pengurangan volume cairan tubuh.
5)      Catat pemasukan cairan mll oral sedikitnya 2500 ml/hr.
R/ Mempertahankan keseimbangan, mengurangi rasa haus  dan melembabkan membrane mucosa.
6)      Berikan maknan yang mudah dicerna dan tdk merangsang
R/ Peningkatan peristaltic menyebabkan penyerapan cairan pada dinding usus akan kurang.
3.      Diagnosa 3: Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hambatan asupan makanan (muntah/mual), gangguan intestinal, hipermetabolik.
Tujuan: klien akan menunjukkan peningkatan BB ideal.
Intervensi:
1)      Kaji kemampuan mengunyah, merasakan dan menelan.
R/ Lesi pada mulut, esophagus dpt menyebabkan disfagia
2)      auskultasi bising usus
R/ Hipermetabolisme saluran gastrointestinal akan menurunkan tingkat penyerapan usus.
3)      Timbang BB setiap hari
R/ BB sebagai indicator kebutuhan nutrisi yang adekuat
4)      hindari adanya stimulus leingkungan yang berlebihan.
5)      berikan perawatan mulut, awasi tindakan pencegahan sekresi. Hindari obat kumur yang mengandung alcohol.
R/ Pengeringan mucosa, lesi pd mulut dan bau mulut akan menurunkan nafsu makan.
6)      Rencanakan makan bersama keluarga/orang terdekat. Berikan makan sesuai keinginannya (bila tdk ada kontraindidkasi)
7)      sajikan makanan yang hangat dan berikan dalam volume sedikit
8)      dorong klien untuk duduk saat makan.
4.      Diagnosa 4: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, melemahnya otot pernafasan.
Tujuan: klien akan mmempertahankan pola nafas yang efektif
Intervensi:
1)      Auskultasi bunyi nafas tambahan
R/ bunyi nafas tambahan menunjukkan adanya infeksi jalan nafas/peningkatan sekresi.
2)      Catat kemungkinan adanya sianosis, perubahan frekwensi nafas dan penggunaan otot asesoris.
3)      Berikan posisi semi fowler
4)      Lakukan suction bila terjadi retensi sekresi jalan nafas
5.      Diagnosa 5: Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan
Tujuan:
Pasien berpartisipasi dalam kegiatan, dengan kriteria bebas dyspnea dan takikardi selama aktivitas
Intervensi:
1)     Monitor respon fisiologis terhadap aktivitas
R/ Respon bervariasi dari hari ke hari
2)     Berikan bantuan perawatan yang pasien sendiri tidak mampu
R/ Mengurangi kebutuhan energi
3)     Jadwalkan perawatan pasien sehingga tidak mengganggu isitirahat.
R/ Ekstra istirahat perlu jika karena meningkatkan kebutuhan metabolik
6.      Diagnosa 6: Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang dicintai
Tujuan: Keluarga atau orang penting lain mempertahankan suport sistem dan adaptasi terhadap perubahan akan kebutuhannya dengan kriteria pasien dan keluarga berinteraksi dengan cara yang konstruktif
Intervensi:
1.    Kaji koping keluarga terhadap sakit pasein dan perawatannya
R/ Memulai suatu hubungan dalam bekerja secara konstruktif dengan keluarga
2.    Biarkan keluarga mengungkapkana perasaan secara verbal
R/ Mereka tak menyadari bahwa mereka berbicara secara bebas
3.    Ajarkan kepada keluaraga tentang penyakit dan transmisinya.
R/ Menghilangkan kecemasan tentang transmisi melalui kontak sederhana


DAFTAR PUSTAKA


Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3. Jakarta: EGC

Bruner, Suddarth.. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3. Jakarta : EGC

Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Phipps, Wilma. et al, 1991, Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical Practice, 4th edition, Mosby Year Book, Toronto


1 komentar: