Senin, 18 Juli 2011

KLASIFIKASI BERMAIN

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Aktifitas bermain merupakan salah satu stimulus bagi perkembangan anak secara optimal. Bermain merupakan cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkan konflik dari dirinya. Bermain tidak sekedar mengisi waktu,tetapi merupakan kebutuhan anak seperti halnya makanan, perawatan, cinta kasih, dan lain sebagainya. Bermain dapat mengungkapkan bahasa dan keinginan dalam mengungkapkan konflik dari anak yang tidak disasarinya serta dialami dengan kesenangan yang diekspresikan melalui psikososio yang berhubungan dengan lingkungan tanpa memperhitungkan hasil akhirnya.
Dalam kondisi sakit atau sehat anak dirawat di Rumah Sakit, aktivitas bermain ini tetap perlu dilaksanakan, namun harus sesuai dengan kondisi anak.Oleh karena itu perawat perlu memahami tentang terapi bermain untuk anak meskipun keadaan anak itu sakit, akan tetapi kita tidak lepas juga melihat kondisi pasien yaitu yang sudah dinyatakan oleh dokter perawatan minimal (minimal care) sehingga bisa membuat anak senang.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian bermain?
2.      Apa fungsi bermain?
3.      Bagaimana klasifikasi bermain menurut isinya?
4.      Bagaimana klasifikasi bermain menurut karakter social permainan?

C.    Tujuan
a.      Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang stimulasi perkembangan dan konsep bermain dan melakukan terapi bermain pada anak
b.      Tujuan Khusus
Agar mahasiswa mampu:
·         Menjelaskan pengertian bermain
·         Menjelaskan fungsi bermain
·         Menjelaskan tentang klasifikasi bermain menurut isinya
·         Menjelaskan tentang klasifikasi bermain karakter social permainan.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Bermain
Bermain adalah cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial dan bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain , anak akan berkata-kata, belajar memnyesuaikan diri dgn lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukan, dan mengenal waktu, jarak, serta suara .(Wong, 2000).
Bermain adalah cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkan konflik dalam dirinya yang tidak disadarinya. (Miller dan Keong, 1983).
Bermain adalah kegiatan yang dilakukan sesuai dengan keinginannya sendiri dan memperoleh kesenangan. (Foster, 1989).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa bermain adalah “kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan anak sehari-hari karena bermain sama dengan bekerja pada org dewasa, yang dapat menurunkan stres anak, belajar berkomunikasi dengan lingkungan, menyesuaikan diri dengan lingkungan, belajar mengenal dunia dan meningkatkan kesejahteraan mental serta sosial anak.”

B.     Fungsi Bermain
1.      Perkembangan sensorik motorik
Pada saat melakukan permainan, aktifitas motorik merupakan komponen terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk perkembangan fungsi otot.
2.      Perkembangan intelektual
Anak melakukan ekplorasi dan manipulasi terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna, bentuk, ukuran, tekstur dan membedakan objek. Pada saat bermain anak akan melatih diri dan memecahkan masalah.

3.      Perkembangan sosial.
perkembangan sosial ditandai dengan kemampuan berinteraksi dgn lingkungannya.
Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk mengembangkan hubungan sosial dan belajar memecahkan masalah dari hubungan tersebut. Anak belajar berinteraksi dengan teman, memahami bahasa lawan bicara, dan belajar tentang nilai sosial yang ada pd kelompok.
4.      Perkembangan kreatifitas
Kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan mewujudkan ke dalam bentuk objek dan atau kegiatan yang dilakukannya.
5.      Perkembangan kesadaran diri.
Anak akan mengembangkan kemampuannya dlm mengatur t.l. Anak akan belajar mengenal kemampuannya dan membandingkan dengan orang lain dan menguji kemampuannya dengan mencoba peran baru dan mengetahui dampak t.l terhadap orang lain.
6.      Perkembangan moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungan, terutama dari orangtua dan guru. Anak akan mendapatkan kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai sehingga dapat diterima di lingkungan dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan yang ada dikelompoknya. Anak belajar bertanggung jawab atas segala tindakan yang akan dilakukan.
7.      Terapi
Pada saat dirawat di RS anak akan mengalami berbagai perasaan yg sangat tidak menyenangkan, seperti marah,takut,cemas, sedih dan nyeri, sehingga anak-anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya dlm bentuk permainan.






C.    Klasifikasi Bermain
1.      Menurut Isinya
Isi permainan terutama meliputi aspek bermain fisik, meskipun hubungan social tidak dapat diabaikan, kecendrungannya dari sederha ke kompleks.
a.       Permainan Sosial-Afektif
Permainan ini membuat bayi merasakan kesenanga dalam berhubungan dengan orang lain. Berbagai cara yang dilakukan orang dewasa yang bisa membuat bayi berespon (seperti bicara, menyentuh, mencium)  membuat bayi segera belajar menstimulasi emosi dan merespon orang tua dengan cara tersenyum, mengeluarkan suara, memulai permainan, dan aktifitas.
b.      Permainan Rasa-senang
Merupakan pengalaman stimulasi nonsosial yang muncul begitu saja. Objek dalam lingkungan  seperti sinar, warna, rasa, bau, dan tekstur menarik perhatian anak, merangsang indra mereka dan memberikan kesenangan. Pengalaman rasa senang berasal ari memegang bahan mentah seperti air, gerakan tubuh seperti diayun, dan dari pengalaman lain yang menggunakan indra dan kemampuan tubuh.
c.       Permainan keterampilan
Bayi yang telah mampu menggenggam dan memanipulasi, mereka akan menunjukkan dan melatih kemampuan yang baru mereka kuasai secara terus-menerus dan berulang-ulang. Kemuadian anak akan bertekad untuk berhasil menunjukkan keterampilan sulit yang menimbulkan nyeri dan frustasi, misalnya belajar naik sepeda.
d.      Perilaku unoccupied
Anak tidak bermain, tetapi memfokuskan perhatian mereka pada hal yang menarik. Misalnya dengan melamun, memainkan pakian, atau berjalan tampa tujuan.
e.       Permainan dramatic  (simbolik) atau pura-pura
Permainan ini dimulai pada usia bayi akhir (11-13 bulan) dan merupakan permainan dominan pada anak usia prasekolah (3-6 tahun). Pada tahap ini anak mulai memaknai situasi, manusia,  dan dunia. Mainan anak, dan replica benda-benda dapat dijadikan sebagai media untuk memerankan aktivitas orang dewasa misalnya memerankan perang oarng-orang di rumahnya, berperan memakai telepon, menaiki mobil-mobilan, bahkan bisa berkembang pada aspek diluar rumah seperti memerankan peran guru, dokter, perawat dan lain-lain. Aktitas orang dewasa  yang mereka perankan terkadang membuat mereka bingung dan stress. Anak  yang lebih besar menjalankan tema tertentu, memerankan sebuah cerita, dan menyusun drama itu sendiri.
f.       Permainan Game
Permainan yang dlakuakn seorang anak bisa sendirian saja ataupun dengan orang lain. Aktifitas soliter mencangkup permainan yang dimulai ketika anak yang masih sangat kecilberpartisipasi dalam aktifitas repetitive dan berlanjut ke permainan yang lebih rumit yang menatang keterampilan mendiri mereka, seperti menata Puzzle dan bermain kartu. Anak yang sangat muda berpartisispasi dalam permainan imitative sederhana seperi “petak umpet”. Anak prasekolah belajarmenikmati permainan formal  yang dimulai dengan permainan pertahanan diri yang ritual dimainkan seperti permainan ring-a-rosy and London Bridge. Anak prasekolah tidak terlibat dalam permainan kompetitif sebab mereka tidak suka dengan kekalahan, akan curang untuk mendat kemenangan, akan berusaha mengubah aturan main, membuat berbagi pengecualian dan kesempatan untuk dirinya. Anak usia sekolah menikmati permainan yang kompetitif seperti bermain catur, dan baseball.

2.      Menurut karakter Sosial Permainan
Interaksi permainan pada masa bayi adalah antara anak dan orang dewasa. Selanjutnya interaksi dengan teman sebaya menjadi hal yang penting dalam sosialisasi. Bayi yang egosentris  dan toddler (usia 1-3 tahun) tidak menoleransi penolakan atau penundaan, serta campur  tangan.anak usia 5-6 tahun, mampu kompromi dan panengah perselisihan. Tipe-tipe permainannya yaitu:
a.       Permainan pengamat
Anak memperhatikan aktifitas dan interaksi anak lain dengan minat aktif tampa terlibat dan berpartisipasi.
b.      Permainan tunggal
Anak bermain sendiri dengan mainan yang berbeda dengan anak yang lain ditempat yang sama. Mereka asik sendiri tampa berniat mendekati atau berbicara dengan anak yang lain.
c.       Permainan parallel
Anak bermain secara mandiri diantara anak-anak lain dengan mainan yang sama. Mereka tampak kimpak, tetapi tidak saling mempengaruhi, t idak ada assosiasi kelompok, dan tidak bermain bersama
d.      Permianan assosiatif
Anak bermain bersama,  mengerjakan aktifitas serupa dan sama, tetapi tidak ada organisasi, pembagian kerja, penetapan pemimpin, atau tujuan bersama. Anak meminjam dan meminjami material permainan, saling mengikuti dengan mengendarai wangon, dan sepeda roda tiga. Kadang mengontrol siapa yang boleh bergabung dan siapa yang tidak boleh bergabung dalam kelompok itu.
e.       Permainan cooperative
Anak bermain secara berkelompok, mendiskusikan dan merencanakan  aktifitas untuk pencapaian akhir. Terdapat rasa saling memiliki dan tidak memiliki yang nyata. Tujuan dan pencapaiannya memerlukan pengorganisaian aktifitas, pembagian kerja dan peran bermian.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari sudut pandang perkembangan, pola permainan anak dapat dikategorikan menurut isi  dan karakter social.
  1. Menurut Isi Permainan
·         Permainan Sosial-Afektif
·         Permainan Rasa-senang
·         Permainan keterampilan
·         Perilaku unoccupied
·         Permainan dramatic  (simbolik) atau pura-pura
·         Permainan Game
2.      Menurut Karakter Sosial Permainan
·         Permainan pengamat
·         Permainan tunggal
·         Permainan parallel
·         Permianan assosiatif
·         Permainan cooperative

B.     Saran
Berdasarkan isi dari makalah banyak kekurangan yang terdapat pada isi yang dijelaskan dan bahasa yang di gunakan penulis sebagian besar masih teksbook. Hal ini di sebabkan karena kurangnya pemahaman dari penulis sendiri.
Hendaknya dimasa yang akan datang diharapkan para penulis dan penerus selanjutnya lebih memahami lagi terhadap materi yang akan dibuatnya serta dapat menggunakan penulisan yang lebih efektif sehingga lebih mudah dipahami pembaca.



DAFTAR PUSTAKA

Bates, Barbara. 1997. Buku Saku Pemeriksaan fisik dan Riwayat Kesehatan. Edisi 2. Jakarta: EGC

Hidayat, Aiziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu keperawatan Anak. Buku 1. jakarta: Salemba Medika.

Sacharin, Rosa M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Wong, Donna L. 2003 Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. jakarta: EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar